KARYA ILMIAH
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
OLEH:
NAMA
|
:
|
JIBRAEL PADAMAI
|
NIM
|
:
|
1001030066
|
SEMESTER
|
:
|
IV
|
PRODI
|
:
|
PEND. MATEMATIKA
|
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2011
DAFTAR ISI
halaman
Kata Pengantar
…………………………………………………………………………….. i
Daftar Isi
…………………………………………………………………………………... ii
BAB I PENDAHULUAN
...……………………………………………………… 1
A. Latar Belakang .……...………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ………...…………………………………………… 2
C. Tujuan dan Kegunaan
………....………………………………………. 2
BAB II KAJIAN
PUSTAKA …………………………….…………………...…..
3
A. Pendidikan Multikultural
……………………………………………… 3
B. Bagaimana Pendidikan Multikultural itu ………..…………………… 3
C. Tenaga Pengajar (Guru) ………………………………………………. 5
D.
Peran Guru dan Sekolah
dalam Mengembangkan Pendidikan Multikultural ………………….... 5
BAB IV PENUTUP
………………………………………………………………... 9
A. Kesimpulan …..………………………………………………….….…. 9
B. Saran ….…………………………………………………………….…. 9
Daftar Pustaka …………………………………………………………………………….. 11
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karuniaNya penulis telah dapat menyelesaikan Karya Tulis ini.
Karya Tulis ini penulis susun
sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa untuk dapat
mengikuti ujian.
Penulis menyadari dengan
sesungguhnya bahwa Karya Tulis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan di masa datang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada keluarga
penulis yang telah memberikan arahan terhadap penyelesaian Karya Tulis ini
serta semua pihak yang telah membantu baik moril maupun materil.
Akhirnya semoga Karya Tulis ini ada
manfaatnya bagi penulis sendiri dan para pembacanya. Terima Kasih.
Kupang, Nopember 2010
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Banyaknya keragaman di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dapat menimbulkan persoalan
apabila tidak dikelolah dengan baik.
Seperti “kekerasan
terhadap etis Cina di Jakarta
pada Mei 1998. Perang Islam dan Kristen di Maluku Utara dan Poso. Rangkaian
konflik itu tidak hanya merenggut korban jiwa yang sangat besar, akan tetapi
juga telah menghancurkan ribuan harta benda penduduk, 400 gereja dan 30 masjid
serta 3000 orang meninggal. Perang etnis antara warga Dayak dan Madura yang
terjadi sejak tahun 1931 hingga tahun 2000 telah menyebabkan kurang lebih 2000
nyawa manusia melayang sia-sia”.
Apalagi dalam kehidupan
manusia abad ke-21. Memasuki kehidupan global saat ini, batas-batas negara
secara geografis menjadi tidak penting. Seperti yang dikemukakan oleh Suyanto
bahwa era global konsep negara menjadi tidak penting lagi, karena secara
empirik suatu bangsa tidak akan mampu mengisolasi Negara dan pemerintahannya
dari pengaruh-pengarauh global.
Rapuhnya konsep-konsep bangsa memunculkan konsep
multikultural, yakni gerakan pengakuan keragaman budaya. Peran “budaya”
merupakan salah satu kekuatan didalam mempersatukan kehidupan masyarakat.
Kesadaran multikulturalisme tersebut dapat berkembang dengan baik apabila
dilatih dan dididik pada generasi penerus melalui pendidikan. Oleh karena
pendidikan multikultural sangat diperluklan untuk mengatasi berbagi konflik
horizontal seperti, keragaman suku dan ras serta konflik vertical seperti
tingkat pendidikan, ekonomi, sosial budaya bangsa Indonesia. Berdasarkan fakta-fakta
tersebut mendorong penulis memilih topik
“PENDIDIKAN MULTIKULTURAL, Sebuah Kajian Tentang Pendidikan di Indonesia
untuk Mendekatkan Kembali Nilai-nilai Persatuan, Kesatuan, dan Berbangsa di Era
Global”
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah
pendidikan multikultural itu ?
2.
Bagaimana
pendidikan multikultural itu ?
3.
Bagaimana
peranan guru dan sekolah dalam mengembangkan pendidikan multikultural ?
C. Tujuan
dan Kegunaan
1.
Tujuan
Tujuan penulisan ini untuk membangun
kesadaran dan pemahaman agar terjaling hubungan yang harmonis antar sesama,
saling menghormati, tulus, toleran dan juga dengan adanya penerapan pendidikan
multikultural segala bentuk diskriminasi, kekerasan, dan ketidakadlilan dapat
diminimalkan.
2.
Kegunaan
Pembahasan ini dapat diharapkan menjadi
bahan masukan bagi berbagai pihak. Antara lain seperti, guru, institusi
pendidikan dan para pengambilan kebijakan lainnya.
Bagi penulis, karya tulis ini dapat
digunakan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian mata kuliah Pengantar
Pendidikan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Multikultural
( Nadjamuddin Ramly, 2005 : 14 ), Secara sederhana, multikulturalisme
dapat dipahami sebagai sikap bagaimana masing-masing kelompok untuk menyatu
(integrate) tanpa mempedulikan keragaman budaya yang dimiliki. Mereka semua
melebur sehingga pada akhirnya ada proses “hidridisasi” yang meminta setiap
individu.
Pendidikan multikultural ditujukan untuk
mempersiapkan peserta didik dengan sejumlah sikap dan ketrampilan yang
diperlukan dalam lingkungan budaya etnik mereka, budaya nasional, dan
antarbudaya etnik lainnya.
Pendapat yang lebih lengkap tentang pendidikan
multikultural dikemukakan oleh M. Ainul
Yaqin bahwa, pendidikan multikultural adalah strategi pendidikan yang
diaplikasikan pada semua jenis mata pelajaran denagn cara menggunakan
perbedaan-perbedaan kultural yang ada pada peserta didik, seperti pada
perbedaan etnis, agama, bahasa, gender, kelas sosial, ras, kemampuan dan umur,
agar proses belajar menjadi efektif dan mudah. Dengan kata lain, melalui
pendidikan multikultural peserta didik diharapkan dapat mudah memahami,
menguasai, memiliki kompetensi yang baik, bersikap dan menerapkan nilai-nilai
demokratis, humanisme dan pluralisme di sekolah dan diluar sekolah.
Pendidikan multikultural sangat penting sebagi salah
satu agenda pendidikan masa depan di Indonesia, terutama dalam mengembangkan
manusia Indonesia
yang cerdas. Manusia yang cerdas tidak hanya cerdik dan berkemampuan untuk
menguasai ilmu tetapi juga bermoral, bersikap demokrasi, keadilan dan
humanisme.
B. Bagaimana Pendidikan Multikulturalisme itu
?
Dunia pendidikan dalam
era global harus memahami isu-isu dan pemecahan permasalahan global seperti
keanekaragaman budaya, politik, ekonomi, sosial, masalah lingkungan seperti :
degradasi lingkungan, penyakit, migrasi penduduk dan lain-lain.
Untuk itu James Banks
mengemukakan bahwa, pendidikan multikultural memiliki lima dimensi yang saling berkaitan satu sama
lain, yaitu :
1.
Content integration, mengintegrasikan berbagai budaya
dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep dasar generalisasi dan teori dalam
mata pelajaran/disiplin ilmu.
2.
The Knowledge Construction Process, membawa peserta
didik untuk memahami implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran
3.
An Equity Paedagogy, menyesuaikan metode pembelajaran dengan cara belajar
peserta didik, hal ini dilakukan dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik
siswa yang beragam mulai dari ras, budaya maupun sosial.
4.
Prejudice Reduction, mengindentifikasi karakteristik
ras dan menentukan metode pembelajaran peserta didik.
5.
Melatih peserta didik untuk berpartisipasi dalam
olahraga dan berinteraksi dengan seluruh staf serta peserta didik yang berbeda
etnik dan ras upaya menciptakan budaya akademik.
Pernyantaan diatas menyiratkan bahwa pendidikan multikultural
dapat membawa pendidikan yang mampu menciptakan tatanan masyarakat yang
terdidik dan berpendidikan, bukan suatu masyarakat yang menjauhi realitas
sosial dan budaya. Oleh karena itu, walaupun
pendidikan multikultural di Indonesia
relatif baru dikenal sebagai sebuah pendekatan yang dianggap lebih sesuai bagi
masyarakat Indonesia
yang heterogen, terlebih pada masa otonomi dan desentralisasi yang baru
dilakukan. Dengan kata lain, pendidikan multikultural sejalan dengan
pengembangan demokrasi yang dijalankan. Apabila hal tersebut dilaksanakan
dengan “tidak hati-hati” justru akan menjerumuskan kita ke dalam perpecahan
nasional. Untuk itu penerapan pendidikan multikultural dalam prespektif global
harus dipersiapkan dengan baik.
Anita Lie menyatakan
bahwa pendidikan multikultural dalam dalam era global di Indonesia mengalami
tiga tantangan mendasar; pertama, fenomena
hegemonisasi yang terjadi di dalam dunia pendidikan akibat tarik ulur
antara keunggulan dan keterjangkauan. Peserta didik tersegregasi dalam sekolah-sekolah
sesuai latar belakang sosio-ekonomi, agama dan etnisitas; kedua, kurikulum yang masih berdasarkan jender, status
sosial-ekonomi, kultur lokal dan geografi. Hal ini menunjukan ketidakseimbangan
dan bias yang membatasi kesadaran multikultural peserta didik; ketiga, guru, kelayakan dan
kompetensi guru di Indonesia pada umumnya masih dibawah standar apalagi apalagi
untuk mengelolah pembelajaran multikulturalisme. Karena itu, agar pendidikan
multikultural dapat dilaksanakan dengan baik, kita harus memperhatikan berbagai
aspek seperti: kurikulum multikultural, tenaga pengajar/guru, proses
pembelajaran dan evaluasi pembelajaran dengan mengunakan pendekatan
multikultural.
C. Tenaga Pengajar (Guru)
“Penentu utama” keberhasilan pendidikan multikultural
adalah guru. Untuk itu, guru harus paham dengan karakterisrik pendidikan
multikultural sehingga dapat menggembangkan kurikulum multikultural dalam
kegiatan belajar yang menjadi tanggungjawabnya. Dalam hal ini pengembangan
kurikulum dengan pendekatan multikultural haruslah didahului oleh sosialisasi
yang baik, agar para guru/tenaga pengajar dapat mengembangkan kurikulum dalam
bentuk silabus dan rencana pembelajaran, proses pembelajaran di kelas dan
evaluasi yang sesuai dengan prinsip multicultural.
Seorang guru yang
mengajar melalui pendekatan multikultural harus “fleksibel”, karena untuk
mengajar dalam multikultur seperti di Indonesia, pertimbangan “pembedaan
budaya” adalah hal penting yang harus menjadi perhatian guru. Faktor-faktor
seperti: membangun paradigma keberagaman inklusif dan moderat di sekolah,
menghargai keberagaman bahasa, membangun sikap sensitif gender, membangun
pemahaman kritis tehadap ketidakadilan dan perbedaan status sosial, membangun
sikap anti diskriminasi etnis, menghargai perbedaan kemampuan dan menghargai
perbedaan umur harus dikemas dalam ranah pembelajaran dan penyadaran di
persekolahan, sehingga tercipta suatu paham untuk memahami dan menerima segala
perbedaan yang ada pada setiap individu peserta didik dan pada akhirnya peserta
didik diharapkan mampu memiliki karakter kuat untuk selalu bersikap demokratis,
pluralis dan humanis.
D. Peran Guru dan Sekolah dalam Mengembangkan
Pendidikan Multikultural
Peran guru dan sekolah
dalam mengembangkan pendidikan multikultural sangat penting seperti yang
dikemukakan diatas. Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan merupakan
lembaga yang berfungsi menenamkan kesadaran dikalangan generasi muda akan
identitas dirinya, identitas kolektifnya serta menumbuhkan calon warga negara
yang baik dan terpelajar didalam masyarakat yang homogen ataupun yang majemuk (Rochiati Wiriaatmadja). Sementara itu
guru bertujuan untuk melatih dan mendisiplinkan pikiran peserta didik,
memberikan pendidikan moral dan agama, menanamkan kesadaran nasionalisme dan
patriotisme, menjadi warga negara yang baik, bahkan untuk rekreasi. Dengan
demikian guru memiliki peranan penting dalam pendidikan multikultural karena ia
merupakan salah satu target dari strategi pendidikan ini. Kesulitan memprediksi
karakteristik masyarakat yang akan datang, karena dalam era global ini
perkembangan masyarakat tidak linier lagi sehingga memerlukan lembaga
pendidikan dan guru yang memiliki kesadaran multikultural, yaitu kesadaran
untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada mereka yang berbeda kebutuhannya.
Oleh karena itu, guru dan pihak sekolah perlu memahami berbagai kebutuhan
peserta didik seperti yang dikemukakan berikut ini :
Ø
Peran
Guru dan Sekolah dalam Membangun Paradigma Keberagaman
Peran
Guru ;
1.
Seorang guru harus bersikap demokratis, artinya dalam
setiap tingkah lakunya, baik sikap maupun perkataannya tidak diskriminatif
(bersikap tidak adil atau menyinggung) peserta didik yang menganut agama yang
berbeda dengannya.
2.
Guru seharusnya memiliki kepedulian yang tinggi
terhadap kejadian-kejadian tertentu yang ada hubungan dengan agama.
Peran
sekolah ;
Sekolah
sebaiknya membuat dan menerapkan undang-undang lokal. Dengan diterapkannya
undang-undang ini, diharapkan semua unsur yang ada seperti guru, kepala
sekolah, pegawai administrasi, dan peserta didik dapat belajar untuk selalu
menghargai orang lain yang berbeda agama di lingkungan mereka (Ainul Yaqin, hal 62-63).
Ø
Peran
Guru dan Sekolah dalam Menghargai Keragaman Bahasa
Seorang
guru harus memiliki sikap menghargai “keragaman bahasa” dan mempraktekan nilai-nilai
tersebut di sekolah, sehingga dapat membangun sikap peserta didik agar mereka
selalu menghargai orang lain yang memiliki bahasa, aksen dan dialek yang
berbeda. Dengan demikian diharapkan lambat laun para peserta didik juga akan
mempelajari dan mempraktekkan sikap yang sama.
Ø
Peran
Guru dan Sekolah dalam Membangun Sensitivitas Gender
Dalam
pendidikan multikultural, pendidikan memiliki peran yang sangat strategis untuk
membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya menjunjung tinggi hak-hak perempuan
dan membangun sikap anti diskriminasi terhadap kaum perempuan (Edi Hayat dan Miftahus Surur, 2005 : 89 ).
Oleh karena itu, guru dituntut untuk harus memiliki wawasan yang cukup tentang
kesetaraan gender, sehingga guru mampu mempraktekkan nilai-nilai keadilan
gender di kelas atau di sekolah (mampu bersikap adil dan tidak diskriminatif
terhadap peserta didik perempuan maupun laki-laki).
Sementara
itu, peran sekolah yaitu memupuk dan menggugah kesadaran peserta didik tentang
kesetaraan gender dan sikap anti diskriminatif
terhadap kaum perempuan, maka pihak sekolah dapat mengadakan acara-acara
seminar atau kegiatan sosial lainnya yang berkaitan dengan pengembangan
kesetaraan gender (Edi Hayat dan Miftahus
Surur,Ibid dan Ainul Yaqin, 2005 : 134-135
).
Ø
Peran
Guru dan Sekolah dalam Membangun Sikap Kepedulian Sosial
Guru
dan sekolah memiliki peran terhadap pengembangan sikap peserta didik untuk
peduli dan kritis terhadap segala bentuk ketidakadilan sosial, ekonomi, politik
yang ada di lingkungan sekitarnya maupun diluar lingkungan sekitar.
Menyelenggarakan
kegiatan acara bakti sosial atau aksi nyata lainnya secara bulanan atau
tahunan, sehingga peserta didik dapat merasakan permasalahan masyarakat yang
ada disekitar lingkungannya atau diluar lingkungannya.
Ø
Peran
Guru dan Sekolah dalam Membangun Sikap Anti Diskriminasi Etnis
Guru
berperan sangat penting dalam menumbuhkan sensitivitas anti deskriminasi
terhadap etnis lain di sekolah. Untuk itu, seorang guru dituntut untuk memiliki
pemahaman yang cukup tentang sikap anti deskriminasi etnis, sehingga dapat
memberikan contoh secara langsung melalui sikap dan perilakunya yang tidak
memihak atau tidak berlaku deskriminatif terhadap peserta didik yang memiliki
latar belakang etnis atau ras tertentu. Dalam hal ini, guru harus memberikan
perlakuan adil terhadap seluruh peserta didik yang ada, dengan demikian
diharapkan peserta didik akan meniru dan berlatih untuk bersikap dan bertikah
laku adil terhadap teman-temanya yang berbeda etnis. Demikian pula dengan pihak
sekolah, sebaiknya berperan aktif dalam membangun pemahaman dan kesadaran siswa
tentang pentingnya sikap menghargai dan anti deskriminasi terhadap etnis lain
melalui cara membuat pusat kajian atau forum dialog untuk menggagas hubungan
yang harmonis antaretnis.
Ø
Peran
Guru dan Sekolah dalam Membangun Sikap Anti Diskriminasi Terhadap Perbedaan
Kemampuan
Sekolah
sebaiknya memberikan pelatihan bagi guru-guru dan staf tentang bagaimana cara
bersikap dan cara menghadapi peserta didik yang memiliki perbedaan kemampuan di
sekolah tersebut, karena guru merupakan penggerak utama kesadaran peserta didik
agar selalu menghindari sikap yang diskriminatif terhadap perbedaan kemampuan
peserta didik.
Ø
Peran
Guru dan Sekolah dalam Membangun Sikap Anti Diskriminasi Umur
Menurut
Ainul sekolah seharusnya menerapkan
peraturan yang intinya menyatakan bahwa segala bentuk diskriminasi terhadap
umur tertentu adalah dilarang keras di sekolah dan mewajibkan kepada peserta
didik untuk selalu saling mamahami dan menghormati perbedaan umur yang ada
disekitar mereka. Selain itu, sekolah sebaiknya tidak memberikan batasan umur
tertentu bagi seseorang yang akan masuk dan belajar di sekolah tersebut,
apabila yang bersangkutan memiliki kemampuan dan kemauan seperti yang telah
diatur dalam undang-undang sekolah atau negara.
Demikian
juga dengan guru yang harus memiliki pemahaman dan wawasan yang cukup tentang
pentingnya sikap yang tidak diskriminatif terhadap orang lain yang berbeda umur
diharapkan dapat mempermudah guru untuk memberikan contoh dan bimbingan
bagaimana seharusnya bersikap pada orang lain umurnya berbeda. Misalnya, guru
harus dapat memberikan perhatian yang sama terhadap peserta didiknya tanpa
harus membedakan anak yang lebih tua dengan anak yang lebih muda.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indonesia
adalah negara multi etnis, multi kultur dan multi agama. Keanekaragaman ini,
disatu sisi merupakan berkah karena sisi itu sesungguhnya merefleksikan
kekayaan khasanah budaya. Tak heran jika
budaya Satjipto Rahardjo berkesimpulan bahwa Indonesia adalah laboratorium yang
sangat lengkap dan menjanjikan untuk penelitian dibidang ilmu-ilmu sosial dan
humaniora. Namun disisi lain, keberagaman juga berpotensi besar untuk “tumbuh
suburnya” konflik, terutama jika keberagaman tersebut tidak mampu dikelola
dengan baik.
Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai dampak
kemajuan ilmu dan kemajuan teknologi serta masuknya arus globalisasi membawa
pengaruh yang multidimensional. Krisis multidimensi yang dialami oleh Indonesia
pada saat ini, diakui atau tidak bagian dari permasalahan kultur yang salah
satu penyebabnya adalah keragaman kultur yang ada dalam masyarakat kita.
Keragaman ini dapat dilihat dari segi positif ataupun dari segi negatif,
seperti: diskriminasi, ketidakadilan, pelanggaran HAM yang terus terjadi hingga
kini dengan segala bentuknya, seperti kriminalitas, korupsi, politik uang,
kekerasan terhadap perempuan dan anak, pengesampingan hal-hal minoritas,
pengesampingan nilai-nilai budaya lokal sebagai wujud nyata dari globalisasi,
kekerasan antarpemeluk agama dan sebagainya adalah wujud nyata dari
permasalahan kultural yang ada.
Salah satu upaya untuk membangun kesadaran dan
pemahaman generasi yang akan datang adalah dengan penerapan pendidikan
multikultural. Hal ini dikarenakan pendidikan multikultural adalah proses
penanaman cara hidup menghormati, tulus dan toleran terhadap keanekaragaman
budaya yang hidup ditengah-tengah masyarakat plural. Dengan pendidikan
multikultural, kia tidak sekedar merekatkan kembali nilai-nilai persatuan,
kesatuan dan berbangsa di era global seperti saat ini, tetapi juga mencoba
untuk mendefenisikan kembali rasa
kebangsaan itu sendiri dalam menghadapi benturan berbagai konflik sosial
budaya, ekonomi dan politik dalam era global. Dengan kata lain, diterapkannya pendidikan multikultural
ini, diharapkan segala bentuk diskriminasi, kekerasan dan ketidakadilan yang
sebagian besar dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan kultural seperti
perbedaan agama, ras, etnis, bahasa, kemampuan, gender, umur dan kelas
sosial-ekonomi dapat diminimalkan.
B. Saran
Agar pendidikan multikultural dapat berjalan dengan baik, maka dikemukakan
saran-saran sebagai berikut:
1. Dalam era globalisasi, konsep
negara menjadi tidak penting lagi, karena secara empiric suatu bangsa tidak
akan mampu mengisolasi Negara dan pemerintahannya dari pengaruh-pengarauh
global. Pemerindah harus dengan cepat menerapkan sistim pendidikan
multicultural kepada sekolah-sekolah.
2. Peran
guru dan sekolah dalam mengembangkan pendidikan multikultural sangat penting
dan tidak mudah sebab banyaknya perbedaan kultural. Karena itu sekolah harus
didukung oleh guru-guru yang berkualitas dan berwawasan yang cukup, sehingga
dalam pelaksanaannya guru-guru tersebut dapat mengatasi timbulnya permasalahan
akibat perbedaan kultual tersebut.
3.
Sekolah harus memberikan fasilitas yang memadai kepada guru dan peserta
didik, sehingga dalam kegiatan penerapan pendidikan multikultural dapat
berjalan dengan baik.
4. Kepada para pembaca, karya ilmiah ini
dapat menjadi suatu informasi yang penting yang dapat memberikan sutau jalan
keluar dari kehidupan di era globalisasi seperti saat ini. Dengan tidak
melebih-lebihkan perbedaan kultural yang dapat membuat masalah-masalah yang
tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Banks, Jamaes A. Teaching Strategies for Ethnic Studies, Boston : Allyn and Bacon
Inc, 1987
Edi Hayat dan Miftahus Surur (Ed), Perempuan Multikultural : Negosiasi dan
Representasi, Jakarta
: Desentara Utama, 2005
Nadjamuddin Ramly, Membangun Pendidikan yang Memberdayakan dan
Mencerahkan, Jakarta
: Grafindo, 2005
Nursid Sumaadmadja dan Kuswaya
Wihardit, Perspektif Global, Jakarta : UT, 1999
M. Ainul Yaqin, Pendidikan
Multikultural : Cross Cultural
Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan, Yogyakarta
: Pilar Media, 2005
Rochiati Wiraatmadja, Pendidikan Sejarah di Indonesia : Perspektif
Lokal, Nasional dan Global, Bandung
: Historia Utama Press, 2002
Suyanto, Dinamika Pendidikan Nasional : Dalam Pencaturan Dunia Global, Jakarta : PSAP
Muhammadyah, 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar